Selasa, 09 April 2013

Ketika Senja Yang Jingga itu Membiru

Mungkin bagi sebagian orang tidak mungkin rasanya senja yang jingga atau mungkin terkadang menghitam berubah menjadi biru
tapi hal itu mungkin bagi aku, jika keajaiban senja itu adalah kamu
ketika yakin itu telah tertanam di pikiran ku hingga menembus alam bawah sadarku
semuanya akan mungkin dan berubah menjadi indah
layaknya pelangi yang muncul di saat senja saat setelah langit senja yang menghitam dan hujan yang turun

ketika keyakinanku itu diragukan banyak orang
tapi percayalah aku yang merasakannya maka aku yakin kamu itu adalah senjaku yang akan berubah menjadi biru
mungkin mereka yang hanya mendengar sebagian dari cerita aku dan kamu akan menganggap aku terlalu bodoh
tapi aku yakin tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan telah berkehendak
semuanya mulai terlihat ketika kamu menunjukkannya melalui sikap mu
semuanya semakin membuat ku yakin

Dalam setiap doaku aku meminta kamulah Takdirku
karena aku tau Tuhan lah yang membolak balikan hati makhluk-Nya
melalui caranya ia menguji kesungguhan makhluknya dalam ikhtiar makhluknya tersebut
seperti hubungan kita yang sedang di uji
ujian inilah yang seharusnya semakin menguatkan kita
karena kamu adalah nama yang selalu terselip dalam setiap doaku
dan kamu adalah senjaku yang akan membiru


Senin, 18 Februari 2013

Alila


Alila

Alila terlihat sibuk dengan tumpukan buku-buku yang dibawanya, wajahnya nampak lelah mungkin karena begitu banyak buku yang di bawanya.
“Aduh banyak banget ini bukunya, mana berat lagi.” Keluh Alila. “Shalat dulu aja deh.” Lanjutnya.
Alila pun menunaikan shalat ashar, di dalam masjid hanya nampak beberapa orang yang sedang menunaikan shalat ashar, karena para murid sudah pulang.
Alila melanjutkan tugasnya untuk membawa tumpukan buku-buku yang dibawanya hingga kerumahnya. Langit sore ini masih nampak terik, sisa-sisa panas siang tadi masih terasa di sore ini. Peluh pun membanjiri wajah cantik Alila dan hijabnya. Ponselnya bergetar, terlihat kontak yang menghubunginya ‘Umi’ Alila segera menjawab panggilan tersebut.
“Assalamu’alaikum Umi.” Salam Alila dengan susah payah karena menahan beban tumpukan buku-buku yang dibawanya.
“Wa’alaikumsalam Lila .Kamu dimana nak?”
“Alila lagi dijalan pulang umi, maaf ya Lila gak ngabarin Umi.”
“Iya nak, yaudah kamu hati-hati ya di jalan, jangan lupa berdo’a ya nak.”
“Iya umi. Yaudah Assalamu’alaikum Mi.” Tutupnya dengan lembut. Alila memutuskan sambungan telponnya. Dia menunggu angkot yang sedari tadi di tunggunya, namun tak kunjung datang.
“Aduh lama banget sih angkotnya, aku udah cape banget ini.” Keluh Alila. Nampak jelas wajah Alila sore ini, peluh pun mulai membasahi kembali wajah cantiknya, “Alhamdulillah akhirnya dateng juga.” Seketika itu pun wajah Alila berubah senang, karena angkot yang ditunggunya daritadi akhirnya datang juga.

***

Hujan deras nampaknya tidak di hiraukan oleh Alila, dirinya masih sibuk dengan tumpukan buku-buku yang tadi sore di bawanya, ia terlihat menikmati satu persatu buku yang dibacanya, dan ternyata itu adalah buku dari murid-murid tempat dirinya mengajar. Alila adalah seorang guru yang baru lulus tahun ini dan mengajar di salah satu Taman Kanak-kanak yang baru di buka juga tahun lalu, latar belakang pendidikan sebagai guru bahasa inggris dan ketertarikannya pada dunia anak membuat Alila memutuskan untuk mengajar di Taman Kanak-kanak, walaupun Umi dan Abinya menginginkan Alila mengajar di Sekolah Menengah Atas sebagai guru bahasa inggris.
“Aku jadi kangen Rafa deh.” Ujarnya lirih, “Dia apa kabar ya, eh tapi nanti …” Alila tidak melanjutkan ucapannya.
Alila mengambil ponselnya, mencoba mencari kontak yang akan di hubunginya, tangannya berhenti pada sebuah nama di kontak ponselnya ‘Trisan’.
To ; Trisan
Assalamu’alaikum J
Alila harap-harap cemas menunggu balasan dari Trisan. Matanya terus menatap layar ponselnya.
Trisan adalah salah satu mantan pacar Alila saat masih kuliah dulu, walaupun mereka sudah cukup lama putus, tetapi mereka tetap bersilahturahmi dan berkomunikasi dengan baik, walau lebih sering Alila yang menghubungi Trisan.
Ponsel Alila bergetar, dilihatnya ada balasan pesan singkat dari Trisan.
From ; Trisan
Wa’alaikumsalam Alila J
Dengan cepat Alila membalas pesan singkat dari Trisan.
To ; Trisan
Kamu lagi apa? Hehee
From ; Trisan
Aku lagi nyelesaiin kerjaan aku nih, kamu lagi apa ibu guru?
To ; Trisan
Aku lagi liat gambar-gambar anak murid aku nih, ih kamu apa deh ehehee
Alila lupa waktu jika sudah berinteraksi dengan Trisan.
“Astgahfirullah aku lupa, aku belum shalat ya ini.” Jam dinding di kamar Alila menunjukkan pukul 10 malam. Segera Alila beranjak dari tempat tidurnya yang dipenuhi dengan buku-buku anak muridnya untuk berwudhu.
Alila terlihat begitu khusyuk dalam shalatnya.
Butiran bening sebesar biji jagung membasahi pipi lembut Alila, mata beningnya begitu deras mengerluarkan cairan bening, Alila terisak suaranya begitu lirih saat berdo’a, wajahnya yang menengadah keatas begitu serius memohon ampun atas dosa-dosa yang di perbuatnya, dan disetiap do’anya selalu terselip nama Trisan, dimana Alila berharap Trisan adalah jodohnya kelak.
***

Pagi ini mataharinya terllihat mengintip dibalik awan yang mengabu-ngabu, langit Jakarta pagi ini tidak membiru tetapi mendung cenderung mengabu-abu mungkin karena hujan deras sepanjang malam tadi. Bau bumi yang basah pun sangat jelas tercium oleh mereka yang sibuk dengan aktivitas di pagi harinya. Dari kejauhan nampak seorang gadis dengan hijab biru dongkernya dan wajah berserinya berjalan ditrotoar yang mulai di penuhi pedangang kaki lima. Langkah kakinya semakin cepat, saat dia melihat jam tangan di tangannya menunjukkan pukul 06.30.
“Semoga aku gak telat.” Harapnya dalam hati.
               Lima belas menit sebelum masuk Alila sudah tiba di tempatnya mengajar.
               “Ibu Alila.” Terdengar suara melengking seorang anak memanggil Alila dari kejauhan. Alila yang sedang berjalan menuju kantor guru pun menghentikan langkahnya seketika dan membalikan badannya untuk mencari suara itu berasal. Dilihatnya sala seorang muridnya yang bernama Ditya Prasmeri Wijaya, berlari kecil kearahnya, diikuti seorang pria yang usianya nampak tidak jauh berbeda dengan Alila. Alila tersenyum kearah Ditya.
               “Assalamu’alaikum Ditya.” Sapanya dengan lembut di ikuti senyumnya yang begitu tulus.
               Ditya mencium tangan Alila, dan menjawab salamnya “Wa’alaikumsalam ibu, ibu aku semalam buat gambar Barney bu terus aku …” Belum sempat Ditya  melanjutkan ceritanya, pria yang sedari tadi berjalan di belakang Ditya memotong celotehannya.
               “Ditya.” Panggil pria itu, Ditya pun langsung menghentikan ucapannya.
               “Iya om.” Sahut Ditya yang nampak kesal. Alila yang melihat perubahan ekspresi Ditya secara tiba-tiba hanya tersenyum. Dilihatnya pria tersebut, Alila hanya melemparkan senyumnya dan menganggukan kepalanya, sapaan khasnya.
               “Maaf ya Bu Ditya agak bawel.” Ujar pria tersebut.
               “Oh iya, nggak apa-apa.”
               “Om sampe disini aja ya, aku kekelasnya sama Bu Alila” Ujar Ditya, yang kemudian menggandeng tangan Alila.
               “Yaudah kamu jangan nakal ya, Bu nanti kalo Ditya nakal jewer aja. Om pulang dulu ya.” Ujar pria itu di ikuti senyumnya ke arah Alila. Alila menanggapinya hanya dengan senyuman.
               Alila pun mengantar Ditya ke kelas.

***

               Hujan mulai turun, matahari yang seharusnya terik di siang ini nampak malu-malu, hanya bisa bersembunyi dibalik awan yang mengabu-abu. Suara riuh anak-anak di Taman Kanak-kanak Pertiwi mengalahkan suara derasnya hujan, para orang tua murid yang satu persatu menjemput mereka lambat laun suara riuh itu pun hilang, kini hanya terlihat beberapa anak-anak yang sedang menunggu untuk dijemput.
               Alila yang sedari sibuk membereskan buku-buku dan bangku-bangku dikelas napak kelelahan. Dilihatnya seorang anak yang berdiri di depan kelas, dengan wajah polosnya anak tersebut hanya sibuk memutar-mutar botol minumnya.
               “Ditya kamu lagi apa disini sayang?” Tanya Alila dengan lembutnya.
               “Aku lagi nunggu di jemput om aku bu.” Jawabnya polos.
               “Loh emang nenek kamu kemana? Kok om kamu yang jemput?”
               “Nenek aku lagi sakit bu, jadi om Rifat deh bu yang jemput aku.”
               Saat Alila dan Ditya sedang berbincang, tiba-tiba orang yang sedang mereka bicarakan telah muncul secara tiba-tiba.
               “ehemm maaf.” Sapanya
               Alila sempat terkejut akan kedatangan Rifat.
               “Ah iya pak.” Ujar Alila sedikit kaku.
               “Maaf bu, jadi nungguin Ditya begini.”
               “Oh iya tidak apa-apa kok pak, kebetulan saya juga masih beres-beres di kelas, kebetulan saya melihat Ditya sendirian di luar kelas.” Jelas Alila dengan lembut.
               Tanpa banyak bicara lagi, Rifat yang tidak lain adalah om dari Ditya hanya membalas ucapan Alila dengan senyumnya.
“Ayo Ditya kita pulang.” Rifat menggandeng tangan Ditya kemudian, “Mari bu.” Tutupnya seraya meninggalkan Alila.
Alila melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Selesai menyelesaikan pekerjaanya Alila segera menunaikan shalat zuhur yang belum sempat ia tunaikan.
Usai mengajar Alila memutuskan pergi ke sebuah toko buku yang jaraknya tak jauh dari tempatnya mengajar. Sisa-sisa hujan siang tadi menyisakan kubangan air yang tergenang di pinggir jalan.

***

“Nah ini dia buku yang aku cari, akhirnya ketemu juga.” Ujar Alila sambil mengambil buku yang dicarinya.
“Alila?” Panggil seorang wanita seraya menepuk punggung Alila.
“Astaghfirullah.” Alila menengok ke wanita tersebut dengan ekspresi yang masih terkejut.
“Aduh maaf maaf La, aku ngagetin kamu ya?”
“Masya Allah Kak Rahmi, aku kira siapa.”
“Iya maaf ya hehe. Kamu sama siapa kesini?” Tanya wanita tersebut, yang ternyata bernama Rahmi.
“Aku sendiri aja kak kesini, kakak sama siapa kesini?”
“Aku juga sendiri aja. Ya ampun sampe lupa nanya kabar kamu, apa kabar kamu?”
“Alhamdulillah baik kak. Kakak gimana?”
“Alhamdulillah baik juga La, makin Jamillah aja kamu.”
“Alhamdulillah kak. Kakak juga, duhh udah lama yaa kita nggak ketemu, kebetulan banget ya kak kita ketemu disini, aku kangen banget loh sama kakak.”
“Aku juga kangen sama kamu. Gimana kalo kita ngobrol-ngobrol dulu sambil makan, kamu udah makan apa belum?”
“Ayo kak ayo kebetulan aku lagi laper banget ini kak, tapi aku bayar ini dulu yaa.”
Alila dan Rahmi pun meninggalkan toko buku tersebut, dan banyak hal yang mereka bicarakan. Rahmi adalah teman majlis ta’lim yang sudah di anggap menjadi kakak bagi Alila, begitu juga sebaliknya. Tetapi semenjak Alila sibuk dengan skripsinya, Alila sudah jarang mengahadiri maj’lis ta’lim yang di dalamnya remaja muslimah yang juga mempunyai komunitas “Muslimah Berhijab”.
“Kamu sudah mengajar La?” Tanya Rahmi.
“Alhamdulillah sudah kak.”
“Kapan nih mau nyusul aku. Kalo sudah berumah tangga tentram loh La.”
Pertanyaan Rahmi membuat Alila terdiam sejenak, tiba-tiba di pikirannya muncul satu nama ‘Trisan’ Alila berharap Trisan lah yang menjadi imamnya kelak, namun pada kenyataannya sampai saat ini tidak ada tanda-tanda bahwa Trisa akan menikahinya walau mereka tidak berpacaran.
“Kok kamu diam La? Aku salah ya nanyanya?”
“Ah eh enggak kok kak, aku bingung kalo ditanya kayak gitu ehehehee punya pacar aja nggak siapa juga yang mau ngajak nikah aku.” Ujar Alila dengan polosnya.
“Pacaran? Kenapa harus pacaran pilihan kamu? Aku sama suami ku gak pernah pacaran, kita langsung menikah setelah ta’aruf.” Ujar Rahmi panjang lebar.
“Aduh aku suka bingung kak, kalo udah bahas soal pernikahan, aku ikutin alurnya aja, gimana Allah ngasih jodohnya ke aku.”
“Aduh dasar ya kamu, yaudah aku doain semoga kamu cepet dapet jodoh yaa. Oh iya kamu masih berhubungan sama siapa tuh, ehhmm Trisan ya, iya kan?”
Alila mendadak tersenyum malu-malu saat nama Trisan disebutkan.
“Iya Alhamdulillah masih kak. Kenapa kak emangnya?”
“Kenapa gak minta di lama raja sama dia”
Setiap kalimat yang di ucapkan Rahmi, membuat Alila bingung harus menjawabnya seperti apa. Sikap Rahmi yang frontal terkadang membuat Alila sering salah tingkah. Alila pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Rahmi.


***

Seorang wanita separuh baya terlihat seperti mencari sosok seseorang di antara banyaknya anak-anak TK Pertiwi yang baru saja keluar kelas, satu per satu dari mereka di jemput oleh orang tuanya.
“Nenek.” Panggil seornag anak dari kejauhan sambil berlari ke arah wanita setengah baya tersebut.
Anak tersebut mencium tangan wanita setengah baya itu, dan segera masuk kedalam mobil xenia yang sudah terpakir di depan gerbang sekolah. Namun mobil tersebut bukannya jalan, tetapi ada seorang laki-laki berperawakan gempal turun dari mobil tersebut dan terlihat menuju berjalan masuk kedalam sekolah dan memasuki kantor guru dan menemui salah satu guru yang ada di ruangan tersebut dan memberikan sesuatu pada guru tersebut.
“Nek, kok Pak Ujang kok malah turun sih nek?” Tanya Ditya.
“Iya Pak Ujang ada urusan sebentar di dalam sayang, itu Pak Ujangnya udah kelar.” Ujar Nenek Ditya seraya menunjuk kea rah supirnya tersebut.
“Sudah Pak Ujang?”
“Sudah bu.” Jawab Pak UJjang yang sudah berada di dalam mobil.
Akhirnya mereka pun pergi meninggalkan sekolah tersebut.

***

Hingga pukul 00.00 Alila masih belum memejamkan matanya, akhirnya ia memutuskan berwudhu agar bisa tertidur.
Setelah berwudhu Alila membaca surah Al-fatihah, dan An-nas, tak lama setelah itu Alila mulai terlelap. Baru sekitar dua jam Alila tidur, tak lama kemudian dia terbangun kembali untuk menunaikan shalat tahajud dan istikharah.
Alila terlihat sangat khusuyuk dan khidmat. Saat berdoa buliran-buliran bening yang keluar dari matanya tak kunjung berhenti, hanya sesak yang di rasa Alila. Alila menumpahkan semua keluh kesahnya yang dirasa saat ini, keinginannya untuk cepat menikah terus menghantuinya. Hingga datang apa yang menjadi keinginannya, dan Alila mulai merasa bingung apa yang harus ia putuskan. Hingga ia menjalankan shalat istikharah untuk memohon petunjuk.

***

Minggu pagi ini nampaknya cukup cerah, nampaknya Alila masih sibuk dengan mimpinya, nampak sekali tidurnya cukup lelap setelah shalat subuh tadi dia baru saja bisa tidur lelap. Tapi di luar suara umi Alila sudah terdengar mengobrol dengan abinya.
Alila mulai tersadar dari mimpinya.
“Udah pagi yaa, Alhamdulillah.”
Alila berjalan dengan keadaan masih setengah sadar dan keluar kamar. Abi dan umi Alila yang melihat kebiasaan Alila yang sering berjalan dengan kondisi setengah sadar hanya geleng-geleng kepala.
“Liat tuh mi anaknya, dari kecil sampe umurnya 22 sekarang kebiasaanya gak ilang-ilang juga, kalo belum ada barang yang pecah itu matanya belum meleknya full mi.”
“Udah di maklumin aja abi. Umi udah sering bilangin, tapi susah Alilanya buat ngilangin kebiasaanya gitu.”
Keluar dari kamar mandi, nampak wajah Alila basah, sepertinya Alila baru saja mencuci mukanya. Alila menghampiri umi dan abinya yang sedang berada di meja makan.
“Umi abi hehee.” Sapa Alila seraya menuangkan teh kecangkir yang di ambilnya.
Abi dan umi Alila hanya mengerenyitkan kening mereka, melihat sikap Alila yang tidak seperti biasanya.
Umi Alila menghampiri Alila dan memegang kening Alila.
“Kamu sehat kan nak?” Tanya umi Alila cemas.
“Alhamdulillah sehat umi, kok umi nanyanya aneh gitu.”
“Enggak apa-apa.” Ujar umi Alila singkat dan meninggalkan Alila dan abinya ke dapur.
Alila terdiam, tatapannya mengarah kepada abinya yang sedang membaca buku dengan serius. Sadar sedari tadi anaknya melihatnya, sang ayah pun menghentikan membaca bukunya.
“Kenapa La kamu liatin abi kayak gitu.”
“Ehhh nggak apa-apa bi.”
Alila segera meninggalkan abinya, dan masuk kedalam kamar. Didalam kamar Alila mengeluarkan secarik kertas yang berada di dalam amplop coklat, wajahnya cukup serius membaca tulisan tersebut secara berulang kali.
“Ya Allah gimana cara aku kasih tau umi sama abi. Jika memang ini jalan terbaik untuk ku dari-Mu mudahkan lah ya Allah.”
Ponsel Alila berdering, di lihatnya ada panggilan masuk yang ternyata dari Trisan, Alila segera menjawab panggilan tersebut dengan semangat.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam yaa humaira.” Jawab Trisan dengan panggilan menggoda Alila.
“Hehee kamu. Ada apa Tris?”
“Nggak ada apa-apa. Hari ini kamu dirumah atau mau pergi la?”
“Aku dirumah aja, kenapa emangnya Tris?”
“Aku kerumah kamu yaa.”
“Loh tumben ada apa ya?” Tanya Alila dengan nada sedikit heran.
“Nanti juga kamu tau. Yaudah aku mau siap-siap dulu yaa. Kamu pasti belum mandi, mandi gih.”
“Iya, yaudah aku mandi dulu yaa.”
Alila menutu sambungan telpon Trisan, pikirannya semakin tidak karuan. Akhirnya Alila memutuskan untuk mandi.

***

Hingga senja tiba Trisan tak kunjung datang, Alila mulai kecewa diputuskannya dia untuk member tahukan sesuatu hal yang sedari semalam mengganggu pikirannya. Alila menghampiri umi dan abinya yang sedang duduk santai menonton tv. Alila duduk di bangku sebelah kanan dari umi abinya duduk.
“Umi abi, Alila mau ngomong.”
Umi dan abinya Alila saling berpandangan heran. Tangan Alila tidak bisa diam daritadi, nampak sekali dia sedang gugup dan bingung.
“Mau ngomong apa kamu nak?” Tanya umi Alila dengan lembut.
Alila terdiam “Ya Allah mudahkan aku untuk mengucapkan ini.” Alila menarik nafas dalam-dalam.
“Umi abi ada yang mau melamar Alila.” Ujar Alila lirih, dengan wajah tertunduk.
Umi dan abi Alila sontak terkejut, suasana hening seketika.
“Siapa yang berani melamar kamu nak?” Tanya abi Alila dengan nada dingin.
“Ada bi, Alila juga belum kenal orangnya bi, tapi kayaknya dia cukup kenal baik dengan Alila bi.”
“Loh gimana bisa, kamu gak kenal tapi dia kenal kamu. Kamu juga baru aja mengajar, emang kamu udah siap menikah?”
“Kalo ini emang cara Allah ngasih jodoh ke aku, insya Allah aku Alila siap bi.”
Kedua orang tua Alila terdiam, mendengar ucapan Alila.
“Suruh dia temui abi dan umi.”
Tanpa banyak bicara abinya Alila langsung meninggalkan Alila, yang masih terdiam dalam posisinya. Uminya kemudian memeluk Alila yang mulai melihat mata buah hatinya yang berkaca-kaca.
“Bawa dia kesini ya nak.” Ujar umi Alila yang masih dalam posisi memeluk sang anak.

***

From ; Trisan
Aku udah di depan sekolah kamu nih.
Alila segera membalas pesan singkat Trisan.
To ; Trisan
Iya tunggu ya aku udah jalan keluar kok ini
Alila menghampiri Trisan yang sudah menunggunya. Dari kejauhan sudah nampak wajah ceria Alila dengan senyum khas Alila.
“Mau sekarang kerumah akunya?”
“Iya humaira ku. Yaudah cepetan naik, sebelum ujan. Oh iya umi sam abi kamu ada kan? ”
Alila hanya menganggukan kepalanya dan langsung duduk di belakang Trisan.
Sesampainya di rumah Alila, terlihat Umi Alila sedang sibuk memasak makanan, seperti akan ada acara.
“Kamu tunggu dulu ya, umi lagi masak di dapur, aku panggil abi dulu yaa, kamu minum dulu aja yaa.”
“Abi abi.” Panggil Alila seraya mengetuk pintu kamar abinya.
“Iya La tunggu sebentar. Ada apa la? Kamu tumben jam segini udah pulang.” Tanya Abinya Alila hera.
“Iya tadi emang cuma acara makan-makan aja Abi. Oh iya abi, ada yang mau ketemu abi sama umi.”
“Siapa?”
“Udah abi liat aja, nanti juga abi tau.”
“Yaudah tunggu dulu, abi mau ganti baju dulu.”
Alila menghampiri Trisan yang sedang menunggu di ruang tamu, tak lama kemudian kedua orang tua Alila pun datang menemui Trisan. Trisan segera mencium tangan kedua orang tua Alila.
“Oh iya duduk silahkan nak Trisan.” Ujar Abinya Alila seraya mempersilahkan duduk Trisan.
“Iya bi.”
“Jadi ini yang mau ketemu umi sama abi La?” Tanya umi Alila dengan nada sedikit dingin.
“Iya umi.” Jawab Alila dengan senyum manisnya.
“Ada apa nak Trisan mau ketemu abi sam umi?” Tanya Abinya Alila dengan nada sedikit heran.
“Bismillah hirrahman nirrahim. Jadi begini abi umi, maksud dari kedatangan Trisan kesini adalh untuk meminang Alila.”
Suasana ketika menjadi hening. Alila seperti ingin pingsan mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Trisan, air matanya menetes tanpa di sadarinya.
Dengan menarik nafas panjang  Abinya Alila menjawab permintaan Trisan.
“Begini nak Trisan semua keputusan ada di tangan Alila, kami sebagai orang tua hanya memfasilitasi saja, karena kalian yang akan menjalankannya. Alila menurut kamu bagaimana nak?”
Alila masih terdiam, segera ia menghapus air matanya, ditariknya nafas dalam-dalam.
“Bismillah hirrahman nirrahim. Trisan sebelumnya terima kasih atas permintaan pinangan kamu, aku menghargai niat baik kamu, tapi kamu harus tau sebenarnya aku sudah ada yang melamar juga, tapi belum aku jawab juga, jadi aku minta kamu untuk kasih aku waktu tiga hari untuk memutuskan semuanya.”
Trisan serasa di sambar petir di siang bolong mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Alila. Nampaknya do’a Alila di kabulkan, ternyata Allah Subhan nahuwata’ala juga punya rencana di balik semuanya, yaitu menguji Alila dengan dua orang laki-laki yang meminangnya. Kebingungan terus menghinggapi Alila.

***

Alila terlihat cantik dengan hijab berwarna pink mengulur panjang menutupi tubuhnya, dia juga mengenakan gamis berwarna abu-abu. Malam ini ternyata seorang yang mau meminang Alila waktu itu, akan datang malam ini untuk meminang Alila.
Perasaan Alila semakin tidak karuan, banyak hal yang dipikirkannya. Ternyata seseorang yang di tunggu pun sudah datang.
“Ibu guru.” Panggil seorang anak yang sudah tidak asing lagi bagi Alila.
Alila tersenyum menanggapi panggilan Ditya. Ditya menghampiri Alila, dan Alila pun menyambutnya dengan hangat. Di pangkunya Ditya oleh Alila. Ternyata semua orang sudah berkumpul diruang tamu, mereka menunggu Alila untuk keluar dari kamarnya. Suasana ruang tamu tersebut seketika menjadi hening, melihat Alila mala mini yang nampak begitu cantik.
“Assalamua’alaikum wr.wb. Selamat malam umi dan abi dari Alila, sebelumnya perkenalkan dulu, saya Ibrahim orang tua dari Rifat, sebelumnya mungkin umi dan abinya Alila belum kenal kita siapa, tapi mungkin Alila sudah menceritakan siapa kita yang tidak lain adalah wali muridnya Ditya yang tidak lain adalah murid dari Alila..” Tiba-tiba ayah dari Rifat yang tak lain adalah om dari Ditya terhenti. ”Maaf kalo kami lancang datang secara tiba-tiba seperti ini dan langsung meminang Alila, tanpa kita pernah kenal sebelumnya, tapi kami sebagai orang tua hanya menjalankan kewajiban kami, yaitu menikahkan anak kami dengan seorang wanita yang dia pilih, dan Rifat memilih Alila sebagai pendamping hidupnya.”
“Terima kasih sebelumnya Pak Ibrahim atas kedatangannya kerumah kami. Iya memang Alila sudah menceritakan sedikit banyak tentang keluarga Pak Ibrahim, walau pun ia belum terlalu kenal dengan nak Rifat. Saya juga selaku orang tua yang mempunyai kewajiban menikahkan anak saya dengan laki-laki pilihannya hanya bisa menikahkannya tetapi soal keputusan Alila mau tau tidaknya itu semua dia yang memutuskan, saya sebagai orang tua hanya sebagai fasilitator saja karena yang akan menjalani hubungan ini mereka bukan kita.”
“Iya kita terima apa pun keputusan Alila, karena niat baik kita tidak memaksa Alila untuk menerimanya.”
“Maaf sebelumnya, Alila berterima kasih banget untuk kedatangan Bapak Ibrahim dan ibu beserta Rifat. Alila juga appreciate atas pinangan Rifat, Alila minta waktu tiga hari untuk memutuskan semuanya. Jujur saat ini bukan hanya Rifat yang meminta Alila, maka dari itu Alila harus shalat istikharah dulu, untuk minta petunjuk dari Allah. Alila harap bapak, ibu dan Rifat memaklumi keputusan Alila.”
Seketika suasana pun menjadi hening. Nampak keluarga dari Rifat menarik nafas panjang mendengar ucapan Alila. Dengan lapang dada Rifat pun menanggapi ucapan Alila.
“Jika memang begitu keadaanya insya Allah saya akan terima apa pun jawaban dari Alila.”

***

Pagi ini ujan begitu deras Alila yang sudah siap untuk berangkat mengajar pun terpaksa menunggu hujannya reda terlebih dahulu. Umi nya yang sedari tadi memperhatikan Alila dari ruang makan menghampiri Alila.
“Ndok kamu mau berangkat ngajar juga ujan-ujan begini?”
“Iya Umi, kasian anak-anak nanti mereka udah ujan-ujan begini tapi gurunya masa gak masuk.”
“Mau naik taksi kamu? Nanti umi panggilan Pak Badar biasanya kalo jam segini dia belum berangkat narik.”
“Boleh deh Umi, daripada Alila gak jalan-jalan.”
“Yaudah Umi telpon orangnya dulu yaa.”
Tidak lama setelah itu taksi yang di maksud pun datang, Alila segera pamit dan mencium tangan uminya.
“Alila jalan dulu ya Umi, assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”

***

Saat turun dari taksi Alila melihat Rifat yang ternyata pagi ini mengantar Ditya ke sekolah. Seketika itu pun Rifat menghampiri Alila yang masih berdiri melihatnya.
“Assalamu’alaikum.” Sapa Rifat.
Alila tersenyum dan menjawab salamnya.
“Wa’alaikumsalam.”
“Ngantar Ditya hari ini? Neneknya ke mana?” Tanya Alila membuka percakapan.
“Iya, neneknya ada kok tapi emang aku yang mau nganterin Ditya.”
Alila hanya tersenyum menanggapi ucapan Rifat. Cukup terlihat Alila begitu kaku berhadapan dengan Rifat.
“Ibu guru ayo kita masuk.” Ditya mencairkan suasana yang nampak kaku.
“Iya.” Alila segera pamit kepada Rifat.
Hari ini hujan nampaknya tidak ingin berhenti, cuaca yang mendung, langit yang mengabu-abu, dan matahari yang tidak berani menampakkan sinarnya membuat cuaca Jakarta hari ini cukup sejuk.
Alila duduk di pos satpam menunggu angkutan umum untuk menuju pulang kerumahnya. Dari luar gerbang sekolah nampak seorang pria yang ia kenal berjalan menuju ke arahnya.
“Kamu belum pulang?” Tanya Rifat yang saat itu sudah berada di hadapannya.
“Iya belum mas, aku masih nungguin angkot.” Jawab Alila singkat.
“Kalo kamu mau dan nggak keberatan aku boleh nganterin kamu pulang?”
Alila diam sejenak mendengar ajakan Rifat. Di lihat sekelilingnya dan kearah luar sekolah tidak ada satu angkot pun yang lewat.
“Tapi apa aku nggak ngerepotin mas?” Tanya Alila ragu.
“Ya ampun Alila nggak kok, kan aku yang nawarin kamu, soalnya ujan kayak gini bahaya juga kalo kamu naik angkot.”
Tanpa pikir panjang Alila pun akhirnya menerima ajakan Rifat. Sepanjang perjalanan pulang kerumah Alila, suasana di hangatkan oleh celotehan Ditya.

***

Alila melihat ke seluruh arah, tidak ada satu orang pun, Alila nampak seperti orang tersesat, nampak sekali dari raut wajahnya ia seperti kebingungan dan ketakutan.
“Ya Allah aku dimana ini? Kenapa sepi begini?”
Tidak henti-hentinya Alila berdoa, tangannya terus berdzikir mengucap asma-Nya. Dari kejauhan samar-samar dilihatnya ada seorang pria yang berjalan menuju kearahnya, Alila terus memperhatikan sosok itu hingga terlihat jelas. Dilihatnya orang yang sudah sangat dia kenal, Alila tersenyum kearah pria tersebut, pria tersebut kini telah berada di hadapannya. Sementara saat Alila ingin mendekat dengan sosok tersebut, terdengar suara pria lain memanggil namanya dari kejauhan, Alila mencari sosok tersebut suaranya cukup asing, karena memang Alila tidak mengenali suara tersebut.
“Alila.” Panggil sosok tersebut, yang kini telah berada di hadapannya. Alila terkejut kini ada dua sosok pria yang berada di hadapannya.
“Maafkan aku Alila sepertinya takdir aku bukanlah sama kamu.” Ujar sosok yang sedari tadi memanggilnya. Lambat laun sosok itu pun menghilang dari hadapannya dan dari pandangannya. Kini hanya tinggal Alila dan sosok pria yang cukup ia kenal, pria tersebut meraih tangan Alila kemudian menciumnya.
“Aku ingin kamu menjadi bidadari ku di dunia dan di akhirat.” Ujar pria tersebut dengan begitu lembut.
Alila hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya, menanggapi ucapan sosok pria tersebut.
Kringggg kringgggggggg kringggggg terdengar suara alarm ponsel alila yang berdering, Alila yang masih tertidur nyenyak seketika itu langsung terbangun. Dilihatnya jam di ponselnya, waktu menunjukkan pukul 04.45 pagi.
“Astaghfirullah hal adzim ternyata aku mimpi, ya Allah apa ini jawaban dari shalat istikharah ku?”
Alila segera beranjak dari ranjangnya untuk segera menunaikan shalat subuh.

***

“Umi.” Panggil Alila kepada uminya yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
“Iya nak, kamu mau berangkat sekarang?”
“Iya nanti dulu umi. Mi, Alila mau ngomong sesuatu sama umi.”
“Ada apa cah ayu, kok serius banget kayaknya.”
Alila menarik nafas panjang, kepalanya terunduk. Kemudian di tatapnya dalam-dalam wajah uminya dengan matanya yang sendu.
“Alila udah punya jawaban, siapa yang akan Alila pilih khitbah nya umi.”
“Alhamdulillah. Kamu serius nak?”
“Insya Allah ini jawaban dari-Nya umi, Alila juga yakin kok umi.”
Perbincangan pagi itu cukup lama dan hampir membuat Alila terlambat datang mengajar.
Malam yang ditunggu Alila pun akhirnya tiba di mana ia akan menentukan pilihan siapa yang akan menjadi imamnya kelak. Rifat dan keluarganya datang untuk yang kedua kalinya dan siap atas jawaban Alila. Rifat nampak tegang atas apa yang akan Alila ucapkan.
Ke esokan malamnya Trisan dan keluarganya pun datang kerumah Alila, sama seperti Rifat dan keluarganya mereka datang untuk mendengarkan jawaban Alila.


***

Dua bulan kemudian…
Alila nampak cantik dan anggun dengan kebaya putih yang membalut tubuhnya beserta hijabnya, kini perasaannya campur aduk, dimana hari ini dia akan menikah dengan seorang pria yang selama ini dia cintai dan do’anya pun terkabul. Alila sudah tidak sabar menunggu kedatangan Trisan, sang calon suami yang masih dalam perjalanan, ponsel yang sedari tadi tidak lepas dari genggamannya agar mengetahui dimana calon imamnya sekarang berada.
Seorang kerabat dari Alila masuk dan menjemputnya untuk keluar kamar karena sang calon mempelai telah datang, kini perasaan Alila semakin tidak karuan, ia terus berdo’a agar acara pernikahannya lancar.
Kini dua anak manusia tersebut duduk bersampingan, ijab qabul pun telah di ucapkan oleh Trisan yang kini telah sah menjadi yang halal bagi Alila, betapa bahagianya Alila dapat menikah dengan seorang pria yang di cintainya dan di cintai pula.
Alila sempat putus asa, tidak pernah terfikir olehnya bahwa ia akan benar-benar menjadi istri dari Trisan, tidak sia-sia do’a yang ia panjatkan selama ini. Allah mengabulkannya dengan cara-Nya sendiri.

Selasa, 18 Desember 2012

Dear Masa Lalu

Dear masa lalu

Kamu sadar gak sih kamu itu akan selalu ngikutin aku,
Kemana pun aku berada pasti kamu selalu di sebut,
Iya memang kamu memang pernah menjadi bagian hidup aku,
Tapi tidak hanya kemarin,
Hingga saat ini pun kamu masih bersama aku,
Bahkan sampai saat ini pun kita menjadi semakin dekat (lagi),
Aku tidak mengerti takdirkah ini atau apa,
Tuhan merencanakannya begitu indah tapi....
Tapi kita tidak seperti dulu lagi,
Kita memang dekat,
Tapi kita tidak terikat.

Dear masa lalu

Bisa gak kamu menghargai sedikit aja apa yang ucapkan kemarin, 
Kita tidak hanya dekat secara emosional tapi saat bersama fisik kita pun begitu dekat,
Seandainya ini memang takdir kita untuk bersama (lagi)
Aku mau kamu adalah masa depanku
Jika kamu tau hingga saat ini rasa itu tidak perna berubah sejak kita pertama bertemu,
Jika kamu tulang rusuk ku, 
Iya itulah doa dan harapanku,
Kamu bilang saat bersama aku kamu punya chemistry,
Tapi kenapa kamu tak meminta ku kembali (lagi)

Dear masa lalu

Saat kita shalat berjama'ah,
Tahukah kamu dalam do'a ku,
Aku berharap kamu adalah Imam ku yang sebenarnya,
Karena kamu adalah lelaki pertama yang aku cintai,
Yang mengimami aku dalam shalat selain ayah aku,
Tetapi jika kamu sudah tidak mengharapkan ku,
Aku cuma bisa berharap semoga kamu dapat yang lebih baik dari aku.

#nomention

kalo kamu liat ini pasti kamu ngert

Sabtu, 01 Desember 2012

Thousand Years




Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave?
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone?
All of my doubt suddenly goes away somehow

One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

Time stands still
Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me
Every breath
Every hour has come to this

One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

One step closer
One step closer

[Chorus:]
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you
Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more



Rabu, 21 November 2012

Tentang Kemarin



Kalo bicara tentang kemarin pasti gak jauh dari kata "MASA LALU" iyaa emang setiap orang itu pasti punya masa lalu, mau buruk, baik, indah, sedih, sampai ke hal-hal konyol pasti semua orang pernah ngalamin. Gue cuma mau share sedikit aja tentang apa yang baru gue alamin (ajieelah berat banget dah kayak temen gue) sebenernya begini apa yang gue alamin akhir-akhir ini dan menjelang akhir tahun 2012 semuany udah gue alamin, dari yang mulai di PHP in mantan ahaha (eh nanti orangnya baca gak ya haha), di labrak pacarnya (ngenes pake banget), masalah keluarga yang cetar badai (gak pake ulala), suka sama cowok tapi jadiannya sama cowok lain, sampe putus (lagi), dan yang hampir berantem sama sahabat yang paling gue sayang, kerenkan coy ahaha. Gue gak bakal ceritain semuanya tapi gue bakal ceritain garis besarnya aja, tapi emmmmmmmmm kayaknya gue lebih interest cerita ke masalah putusnya gue sama dia (Red: Bambang) dan sahabat gue (Red: Feby) ini kenapa gue milih ceritain tentang mereka, ini ada hubungannya sama novel yang lagi gue bikin, gue lagi ngehayal tentang cerita sahabat yang jadian sama mantan sahabatnya sendiri, dan you know what? Kalo ada ungkapan "Nothing Happens By Accident" itu masih sedikit berlaku di gue, karena gue gak pernah nyangka apa yang gue bayangin dan itu terjadi sama gue dan sahabat gue sendiri, karena setiap cerpen yang gue buat selalu beradasarkan apa yang gue alamin dan gue bayangin, nah dan apa yang gua alamin saat itu ya itu kejadian langsung di gue, pasti lo yang baca bingung siapa siapa dan siapa. 

Jadi gini gue gak pernah nyangka kalo mantannya feby itu bakal ngaku dengan pedenya dia adalah pacar gue, dan kondisinya saat itu gue gak pernah kontek-kontekkan sama dia sama sekali singkat cerita semenjak gue ketemu lagi sama mantan pacar gue yang juga mantan pacarnya sahabat gue si bambang waktu gue ngadain acara buka bersama semenjak dari situ dia mulai gencar deketin gue dan mulai nembak gue (au udah berapa kali nembak gue) dan pada akhirnya gue terima, gue jujur sama feby dia sempet kecewa sama gue, tapi karena gue sayang banget sama dia gue ngomong berdua sama dia dari hati kehati dan banjir air mata, sampe-sampe orang-orang ngeliatan gue berdua yang main nangis-nagisan (gak pikirin) dan pada akhirnya kita baikan dan mesra lagi kayak dulu (I love you Feby). Trus kenapa gue putus sama si bambang yaa mungkin emang udah waktunya aja gue putus, kalo ditanya sayang atau nggak ya gue sayang, tapi kondisinya gue emang lebih baik putus kayaknya, emang sih sebentar banget tapi banyak hal yang bisa gue ambil dari dia. Kayaknya cukup yaa curhatan gue, besok gue bakal ngepost yang lebih mutu lagi daripada yang ini hehehe, See you coy :D

Bunga di Senja Hari




Senja nampak mendung di akhir penghujung sore ini, mata Bunga terlihat begitu kosong menatap langit senja sore ini, entah apa yang sedang di pikirkannya. Ikan-ikan kecil yang berada dikolam taman kecil rumahnya menjadi teman setianya. Teman setia ketika Bunga menanti dan menatap senja.
“Bunga” terdengar oleh Bunga ada seseorang yang memanggil namanya. Dilihatnya ada seorang wanita setengah baya namun tetap cantik dan anggun, yang berdiri di depan pintu menuju taman rumahnya. Wanita tersebut tersenyum kearah Bunga dan mengahampirinya.
“Kamu lagi apa nak? Kenapa sedih begitu wajah kamu?” Tanya wanita tersebut seraya mengusap kepala Bunga
“Aku nggak kenapa-kenapa kok bu. Bunga cuma lagi nikmatin senja aja bu” Ujar Bunga lirih.
“Kamu yakin? Mata kamu gak bisa bohong sayang” Ujar wanita itu dengan tatapan sendunya. Seketika itu juga Bunga langsung memeluk sang ibu begitu erat disertai tangisnya yang begitu sesak.

***

“Ih sumpah keren banget deh” Ujar Bunga mengungkapkan ekspresinya setelah menonton film
“Iya aku jadi mau nonton lagi, tapi yang 3D pasti lebih keren deh” Ujar Rama. Cowok berperawakan tinggi dan kulit kuning, yang mengenakan jeans disertai sweater panjang dengan sepatu vans berwarna biru ini, cukup seru berbincang-bincang dengan Bunga, mengenai film yang mereka lihat tadi.
“Ahhh aku juga mau lagi ram” Rengek Bunga seperti anak kecil. Rama menanggapi hanya dengan senyuman dan merangkul pinggang Bunga dengan lembut.
Malam ini menjadi sangat begitu indah untuk Bunga, setelah hampir dua bulan tidak bertemu dengan Rama yang tak lain adalah mantan kekasihnya. Walaupun mereka sudah putus sekitar satu tahun yang lalu, tetapi komunikasi mereka tetap berjalan dengan baik, meski keduanya telah memiliki kehidupan yang lain. Bunga sadar Rama yang kini bukanlah miliknya lagi tetapi karena rasa sayang dan cintanya yang masih ada, ia tetap bertahan meski ia di anggap orang ketiga oleh kekasih Rama yang baru.

***
Lorong kampus yang begitu ramai dengan mahasiswa yang lalu lalang tak dihiraukan oleh Bunga dan Fika mereka berjalan tanpa berbicara satu sama lain, langkah mereka semakin cepat ketika mereka menaiki anak tangga satu persatu. Diliriknya jam tangan milik Bunga menunjukkan pukul 08.10 mereka sudah terlambat sepuluh menit. Kelas mereka yang berada di lantai lima cukup menguras tenaga mereka, dilihat pintu kelas sudah tertutup rapat, menandakan bahwa dosen yang mengisi kelas mereka pagi ini telah datang. Dibukanya pintu kelas secara perlahan.
“Excuse me Sir. May I join your class Sir?” Tanya Bunga dengan ragu.
“No” Jawab dosen itu dengan singkat ditambah dengan mimik wajahnya yang tidak bersahabat kepada para mahasiswanya.
Bunga dan Fika berjalan mundur, mereka juga melihat kearah para mahasiswa yang telah berada didalam kelas, suasana hening pun langsung menyergap Bunga dan Fika sebelum mereka berdua benar-benar keluar dari kelas tersebut.
“Sumpah ya tuh dosen pengen gue cincang tau gak” Ujar Fika dengan nada tinggi.
“Sabar ka hehe” Ujar Bunga santai.
“Loe juga pake segala lari naik tangga, udah tau gue pake hak tinggi gini, sakit nih kaki gue, ujung-ujungnya juga gak boleh masuk kan kita sama tuh dosen” Sambung Fika dengan wajah yang masih kesal karena kejadian tadi.
“Ya maaf Fika,kan gue takut telat, lagian loe demen banget sih pake heels gitu hahaha” Sahut Bunga dengan lembut disertai tawa khasnya.
“Tau ah. Bete gue sama tuh dosen” Ujar Fika dengan nada yang masih sewot. Bunga hanya tersenyum melihat wajah kesal Fika yang tak kunjung berubah sejak pagi tadi. Mereka berdua pun akhirnya memutuskan pergi kerumah Fika. Selama perjalanan mata Bunga terlihat begitu kosong, tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Fika memperhatikan Bunga dengan serius, tetapi Bunga tetap tidak sadar bahwa Fika sedang memperhatikannya.
“Bung Bunga” Panggil Fika dengan menepuk punggung Bunga. Lamunan Bunga pun buyar dengan tepukan Fika dipunggungnya. Dirapikannya rambut panjangnya, menandakan Bunga sedang salah tingkah.
“Loe kenapa sih?” Tanya Fika.
“Ehehe nggak kenapa-kenapa kok ka” Ujar Bunga dengan nada agak ragu.
“Bohong loe!” Seru Fika.
“Tau ah. Gue ngantuk ka, lama banget sih nyampe rumah loe” Ujar Bunga mengalihkan pembicaraan. 
Fika menghembuskan nafas, dia tahu ada yang aneh dari Bunga dengan sikapnya akhir-akhir ini. Akhirnya selama perjalanan kerumah Fika hanya music yang diputar di jazz milik Fika tersebut.

***
Bunga langsung menghempaskan tubuhnya diranjang ungu bergambar peri Tinkerbell milik Fika. Tatapannya masih kosong menatap langit-langit kamar Fika.
“Ka gue ngantuk banget. Gue mau tidur yaa, jangan gangguin gue.” Ujar Bunga lirih. Tidak lama setelah itu Bunga memejamkan matanya, nampak sekali guratan-guratan lelah dan sedih dari wajahnya ketika ia tertidur lelap. Fika terenyuh melihat perubahan sikap sahabatnya akhir-akhir ini. Dia sadar Bunga bukanlah seseorang yang suka dipaksa dalam mengungkapkan sesuatu, Fika hanya akan menunggu saat Bunga akan menceritakan semua hal yang terjadi.
Fika memberanikan diri mengambil telepon genggam milik Bunga dari dalam tasnya, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan sahabatnya tersebut. Betapa terkejutnya Fika melihat pesan masuk yang ada di telepon genggam Bunga, dibacanya satu persatu percakapan Bunga dengan seseorang tersebut.

***
Bunga masih terus menatap telepon genggamnya. Dia berharap ada seseorang yang menelponnya atau mengirimkan pesan singkat walau hanya sekedar menyapanya dengan “hai”.
“Ih nyebelin banget sih sms gue kek” Gumam Bunga dalam hatinya. Setelah hampir 2 jam berkutat dengan telepon genggamnya yang sepi seperti tidak ada kehidupan tersebut, akhirnya Bunga memutuskan untuk membuka account facebook dan twitternya hanya untuk sekedar mengecek. Betapa terkejutnya ketika Bunga melihat di beranda pertama akun facebooknya, terlihat foto seseorang yang begitu ia kenal sedang berfoto mesra dengan seorang perempuan, yang tak lain adalah pacar dari sosok laki-laki tersebut. Tangan Bunga gemetar, jantungnya seperti berhenti berdetak, matanya berkaca-kaca. Bunga membenamkan kepalanya diantara bantal dan boneka-boneka yang ada di ranjangnya tersebut. Bunga berteriak, dadanya kini sesak perasaan kecewa dan marah menyatu didadanya.
Malam pun seperti merasakan apa yang dirasakan oleh Bunga, suara petir yang terdengar begitu jelas menambah tragis apa yang dirasakan Bunga, langit malam pun begitu kelam tidak seperti biasanya, Bulan yang bulat bersembunyi dibalik awan malam yang kelam, seakan menutupi ketakutan dan kesedihannya.

***
“Mata kamu kenapa nak?” Tanya ibu Bunga lembut.
“Nggak kenapa-kenapa kok bu, Cuma kurang tidur aja” Ujar Bunga singkat yang berusaha menyembunyikan wajah sembapnya dengan rambut panjangnya.
“Kamu yakin?” Tanya ibu Bunga sekali lagi untuk memastikan kondisi anaknya.
Bunga hanya mengangguk dengan senyum simpulnya.
“Ibu, Bunga pamit ya” Ujar Bunga seraya mencium tangan Ibunya. Wanita setengah baya itu nampak begitu sedih melihat perubahan sikap anaknya yang tiba-tiba menjadi tertutup tersebut. Pandangan wanita tersebut masih memandang kearah Bunga pergi walau Bunga sudah hilang dari pandangannya.
“Ibu ngerasain apa yang kamu rasain nak” Ujar ibu Bunga kepada dirinya sendiri.

***
Telepon genggam milik Bunga berdering, dilihatnya ada panggilan masuk dengan nama “Rama” matanya terbelalak lebar, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, nafasnya menjadi tidak teratur, ditekannya tombol penjawab panggilan masuk tersebut.
“Halo” Sapa Rama dari seberang sana.
“Iya halo” Jawab Bunga dengan nada lirih.
“Kamu dimana?” Tanya Rama dengan antusias.
“Dikampus, kenapa?” Jawab Bunga singkat.
“Pulang jam berapa kamunya?” Tanya Rama.
“Jam 2” Jawab Bunga datar.
“Kamu kenapa sih kok jutek banget sama akunya? Nggak suka aku telpon nih, yaudah deh” Ujar Rama dengan nada memelas.
“Aku lagi gak enak badan” Ujar Bunga singkat.
Tiba-tiba sambungan telpon terputus, dilihatnya ternyata telpon genggam milik Bunga mati. “lowbat” gumam Bunga. Dimasukkannya telepon genggamnya. Tatapannya begitu kosong, matanya yang masih agak sembap membuat wajahnya semakin terlihat kusut. Dari kejauhan terlihat seorang gadis memperhatikannya dengan seksama, gadis itu tidak menghampiri Bunga. Air mata Bunga tiba-tiba terjatuh, segera dengan cepat Bunga menyeka air matanya. Ditarik nafasnya dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. “ya Tuhan jika ini takdir-Mu kuatkan aku, bantu aku untuk menjauhinya. Aku terlalu bodoh jika aku masih mengharapkannya” gumam Bunga dalam hatinya.

***

Fika memarkirkan mobilnya tepat didepan kampus Rama, matanya berusaha mencari sosok Rama, hingga akhirnya ia melihat Rama dan segera berlari keluar dari mobilnya untuk menemui Rama. Rama terkejut ketika melihat Fika yang berada di area kampusnya.
“Fi… Fi… Fika?” Ujar Rama terbata-bata.
“Iya” Jawab Fika diikuti senyum sinisnya.
“Kok loe bisa ada disini?” Tanya Rama bingung.
“Kenapa emangnya? Kaget ya?” Ujar Fika sinis.
“Ya iyalah hahaha” Ujar Rama santai seraya tertawa terbahak-bahak.
“Gue ada perlu sama loe sebentar, bisa ikut gue?” Tanya Fika tegas.
“Ada apaan ka emangnya?” Tanya Rama balik.
“Loe bisa nggak?” Tanya Fika ketus.
Rama terdiam sejenak, pikirannya begitu banyak menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Fika, ia pun semakin penasaran ketika Fika memintanya untuk meluangkan waktunya sejenak, tanpa pikir panjang pun akhirnya Rama mengiyakan ajakan Fika.
“Oke deh” Ujar Rama datar.
Rama mengajak Fika ke salah satu café yang tidak jauh dari kampusnya.
“Loe mau pesen apa ka?” Tanya Rama.
“Air mineral aja deh” Jawab Fika datar.
Rama pun memesan minuman dan camilan untuk mereka berdua. Fika terlihat begitu gelisah, tangannya daritadi tidak berhenti mengepal, seperti menahan sesuatu.
“Loe kenapa ka?” Tanya Rama yang sudah kembali ketempat duduknya.
“Nggak penting gue kenapa. Gue mau to the point aja deh ram” Ujar Fika ketus.
To the point? Apa ka?” Tanya Rama bingung.
Fika menarik nafas sesaat, matanya menatap tajam kearah Rama.
“Loe ngapain Bunga?” Tanya Fika dingin.
“Hah? Maksud loe apa?” Tanya Rama balik, nampak gugup dari wajah Rama ketika mendengar pertanyaan Fika.
“Perlu gue ulang?” Ujar Fika dengan nada yang semakin dingin ditambah ekspresi wajah yang tidak bersahabat.
“Nggak gue apa-apain” Ujar Rama datar.
“Lo tuh…” Ujar Fika dengan nada tertahan, dikepal kedua tangannya erat-erat. Rasanya Fika ingin sekali memukul wajah cowok yang ada dihadapannya ini, tapi ia harus dapat mengontrol emosinya.
“Emang Bunga ngomong apa sama loe?” Tanya Rama.
“Dia nggak ngomong apa-apa” Jawab Fika dingin.
Mereka berdua terdiam, suasana berubah menjadi dingin, walaupun saat itu cuaca diluar sangat panas tapi sepertinya tidak terasa oleh mereka berdua. Fika menarik nafasnya untuk yang kesekian kali.
“Kalo loe cuma mau manfaatin Bunga mendingan loe jauhin dan tinggalin dia aja deh, toh kalian juga udah nggak ada hubungan kan? Nggak usah kasih dia harapan-harapan yang gak mungkin ram. Loe cowok kan? Bukan banci kan?” Ujar Fika panjang lebar. Kata-kata Fika yang terakhir sontak membuat Rama terkejut.
“Maksud loe apa? Bisa nggak loe jaga ucapan loe itu? Nggak usah ikut campur urusan pribadi gue deh, loe bukan siapa-siapa!” Seru Rama dengan nada tinggi.
“Gue sahabat Bunga, yang nggak lain adalah mantan loe. Apapun yang menyangkut tentang dia itu urusan gue, loe nyakitin dia berarti loe juga harus berurusan sama gue. Karena gue sayang Bunga!” Ujar Fika dengan nada tidak kalah tingginya dengan Rama.
Rama terdiam mendengan ucapan Fika, kali ini Rama yang menarik nafas. Kepalanya seperti mau pecah mendengar ucapan Fika yang terlalu mencampuri urusan pribadinya. Matanya menatap tajam kearah Fika, wajahnya mulai memerah pertanda Rama sedang menahan emosinya yang tengah memuncak.
“Kenapa diem? Gue tau apa yang udah loe lakuin sama Bunga. Loe tau, sekarang dia jadi pendiam semenjak loe sama dia terakhir ketemu, gue tau apa yang loe berdua lakuin, gue tau apa janji-janji loe sama dia, gue juga tau…” Ujar Fika tertahan, matanya mulai berkaca-kaca sesegera Fika menyeka air matanya yang hampir jatuh.
“Sumpah ya loe itu cowok paling kurang ajar yang pernah gue kenal, kalo aja loe tau dia seperti apa sayangnya sama loe, tapi sayangnya loe terlalu bodoh buat nyia-nyiain dia yang begitu tulus. Kalo loe cuma mau ngambil apa yang berharga dari dirinya, loe langkahin mayat gue dulu!” Sambung Fika menahan sesak, kepalanya terasa mau pecah, dadanya sesak dipenuhi emosi yang begitu memuncak.
“Kalo Bunga kenapa-kenapa loe yang gue cari!” Ujar Fika mengakhiri ucapannya dan segera meninggalkan Rama yang masih terdiam mendengar ucapan Fika.
Sementara Fika sudah tidak bisa lagi menahan air matanya, ia menangis begitu sesak saat setelah berada didalam mobilnya, dinyalakan mesin mobilnya dan segera Fika memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.

***
Kamar Bunga yang tidak terlalu besar begitu terasa dingin malam ini, jendela kamar yang dibuka dengan lebar sengaja dibukanya, mata Bunga menatap kearah langit malam yang terlihat nampak biru dengan barisan bintang-bintang yang menghiasinya, disertai bulatnya bulan malam ini. Air mata Bunga seketika jatuh, wajahnya terlihat begitu murung. Bunga menghabiskan malam hanya dengan terdiam menatap langit malam ditambah hembusan angin malam yang semakin membuat suasana hati Bunga menjadi bertambah dingin. Tidak di indahkannya telpon genggamnya yang sedari tadi berdering. Terdengar suara wanita yang begitu Bunga cintai mengetuk pintu kamarnya dan memanggil namanya, segera dihapus air matanya, langkahnya begitu berat ketika harus membuka pintu kamarnya.
“Iya bu” Jawab Bunga yang sudah berdiri didepan kamarnya.
“Ada yang mau ketemu sama kamu tuh” Ujar ibu Bunga Dingin.
“Siapa?” Tanya Bunga datar.
“Temuin aja” Ujar ibu Bunga singkat dan kemudian meninggalkan Bunga.
Bunga langsung menemui seseorang yang ingin bertemu dengannya, langkahnya terhenti ketika dirinya melihat sosok yang begitu ia kenal, jantungnya seketika seperti berhenti berdetak, perutnya terasa sakit, kepalanya terasa pusing. Masih dalam posisi yang sama Bunga masih terpaku menatap sosok tersebut. Langkahnya bertambah berat ketika harus mengahmpiri sosok tersebut.
“Ada apa? Kok tumben dateng malem-malem?” Tanya Bunga lembut.
Rama terkejut melihat wajah Bunga yang begitu lesu nampak sekali kesedihan yang terpancar dari wajah manis Bunga ditambah mata Bunga yang agak sedikit sembap.
“Kamu kenapa? Kok mata kamu bengkak gitu?” Tanya Rama khawatir.
Bunga tersenyum.
“Aku? Nggak apa-apa kok” Ujar Bunga berusaha menutupi semuanya.
Rama mendekat dan mencoba menggenggam tangan Bunga, tidak ada penolakan dari Bunga.
“Kamu kenapa Rama? Ada apa kerumah aku?” Tanya Bunga heran.
Rama tidak menjawab pertanyaan Bunga, tatapannya begitu tajam menatap Bunga, membuat Bunga salah tingkah, tanpa Bunga duga Rama memeluknya begitu erat, Bunga bertambah heran dan tanpa ia sadari ternyata air matanya telah jatuh.
“Maafin aku yaa” Ujar Rama yang masih memeluk Bunga.
“Ma ma maaf kenapa?” Tanya Bunga bingung, air matanya tambah deras mengalir membasahi pipi Bunga dan punggung Rama, sepertinya Bunga telah mengetahui apa yang akan dikatakan Rama, begitu kuat perasaannya bila menyangkut tentang Rama.
Rama melepaskan pelukannya, dilihatnya Bunga yang masih menangis. Bunga tertunduk mencoba menyembunyikan wajahnya yang dibanjiri dengan air mata, disentuhnya dengan lembut dagu Bunga yang lancip oleh Rama, kemudian di tegakkannya wajah Bunga agar menghadap kearah Rama. Baru kali ini selama Rama mengenal Bunga, baru kali ini dirinya melihat Bunga menangis begitu sesaknya, dihapusnya air mata Bunga dengan tangannya.
“Maafin aku nggak bisa jadi yang terbaik buat kamu. Jujur aku masih sayang sama kamu tapi…” Ucapan Rama terhenti. Ditariknya nafasnya dalam-dalam, kemudian melanjutkan perkataannya kembali. “Tapi aku udah komit untuk milih dia, aku bukan yang terbaik buat kamu, aku nggak mau ngecewain kamu terus, maafin aku kalo selama ini aku sering ngasih harapan yang nggak pasti. Untuk kejadian kemarin aku minta maaf, cowok sebejat aku gak pantes milikin kamu. Kamu terlalu baik buat aku” Ujar Rama panjang lebar.
Bunga tidak merespon ucapan Rama, dia hanya terdiam bulir-bulir air matanya semakin deras membanjiri wajahnya, dadanya semakin sesak mendengar ucapan Rama. Begitu rapuhnya Bunga, hingga Rama tidak berbicara lagi, Rama salah tingkah mengahadapi Bunga yang masih terus menangis, di peluknya kembali Bunga begitu erat. Cukup lama Rama memeluk Bunga, hingga akhirnya Bunga dapat menghentikan tangisnya. Dilepaskannya pelukan Rama, ditariknya nafas panjang dan begitu dalam, mata sembapnya menatap Rama begitu tajam walaupun nampak sembap. Rama pun menatapnya balik dengan tatapan mata yang begitu teduh.
Bunga tersenyum kearah Rama. Di arahkannya jari kelingking kanannya kearah Rama. Nampak kebingungan dari wajah Rama.
“Best Friend” Ujar Bunga disertai dengan senyum manisnya.
Rama terkejut mendengar ucapan Bunga. Tanpa mengeluarkan satu kata pun Rama mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Bunga, di sertai dengan senyumnya yang diliputi tanda tanya besar dikepalanya, mengenai apa yang sebenarnya yang ada di dalam hati dan pikiran Bunga.

***

Senja nampak mendung di akhir penghujung sore ini, mata Bunga terlihat begitu kosong menatap langit senja sore ini, entah apa yang sedang di pikirkannya. Ikan-ikan kecil yang berada dikolam taman kecil rumahnya menjadi teman setianya. Teman setia ketika Bunga menanti dan menatap senja.
“Bunga” terdengar oleh Bunga ada seseorang yang memanggil namanya. Dilihatnya ada seorang wanita setengah baya namun tetap cantik dan anggun, yang berdiri di depan pintu menuju taman rumahnya. Wanita tersebut tersenyum kearah Bunga dan mengahampirinya.
“Kamu lagi apa nak? Kenapa sedih begitu wajah kamu?” Tanya wanita tersebut seraya mengusap kepala Bunga
“Aku nggak kenapa-kenapa kok bu. Bunga cuma lagi nikmatin senja aja bu” Ujar Bunga lirih.
“Kamu yakin? Mata kamu gak bisa bohong sayang” Ujar wanita itu dengan tatapan sendunya. Seketika itu juga Bunga langsung memeluk sang ibu begitu erat disertai tangisnya yang begitu sesak.
“Aku kangen ayah bu, besok kita kemakam ayah ya bu” Pinta Bunga dengan suara sedikit serak.
Bunga semakin erat memeluk sang ibu, kini hanya sang ibulah yang menjadi penguatnya, Fika sang sahabat juga menjadi seseorang yang selalu mensupportnya walau dengan kebawelannya karena Fika begitu sayang kepada Bunga. Senja hari ini begitu sendu untuk Bunga karena hari-harinya harus banyak dibasahi dengan air matanya. Tapi kini ia harus belajar membiasakan diri menganggap Rama laki-laki yang ia cintai bahagia dengan orang lain dan menjadikannya sahabat terbaiknya selain Fika.